Rabu, 21 Maret 2012

Ingat!, tentang angka 17-20 dan 30-35 Dalam Hidup Mu


Jodoh ku (Ilustrasi)



CATATAN INDAH - Biasanya hari raya Iedul Fitri atau lebaran menjadi momen menyenangkan bagi siapapun. Karena keluarga besar, sanak saudara dan tetangga berkumpul bersama jadi satu. Tapi, justru perkumpulan keluarga itulah yang membuat kesal bagi wanita di belahan dunia mana pun yang belum juga diberi pasangan hidup.

Berondongan pertanyaan demi pertanyaan yang membuat panas di telinga dan hati mendidih mestilah terucap dari orang-orang yang memang peduli atau cuma iseng saja.

“Kapan kamu menikah?” “Sudah berapa usiamu?” “Kok belum juga dapat pasangan?” “Gak bosen sendiri terus” atau “Perlukah kami carikan jodoh untuk mu”. Pertanyaan itulah yang sering terucap dari si penanya dan lebih parah lagi ada yang nyeletuk dengan santainya mengatakan, “Jangan-jangan jodoh mu sudah mati lagi, sejak lahir”. Kalimat-kalimat itu sering kali membuat emosi, bad mood atau yang lebih parah, membuat mental jatuh pecah perkeping-keping berserakan di tanah.

Keadaan seperti itu banyak dirasakan oleh para wanita senasib, sebangsa dan setanah air. Banyak dari mereka menyibukkan diri dengan pekerjaan atau kuliah hanya untuk menghibur diri sendiri dari keadaan yang memang tidak mudah bagi siapa pun yang mengalaminya. Tapi, terkadang mereka tersadar dan terperanjat manakala melihat perempuan-perempuan seusia mereka bercengkrama mesra dengan suami dan putra-putri mereka. Atau, kesadaran itu baru muncul manakala pendamping hidup tak juga hadir dan menghampiri. Padahal hasrat hati mengebu-gebu ingin merajut cinta dengan kekasih idaman.

Dalam buku “Telat Menikah Tapi Bahagia” karya Muhammad Rasyid al-Uwaid menyebutkan, seseorang yang menolak untuk menikah boleh jadi karena matanya disilaukan oleh dunia, sementara agama ia tak mengerti. Boleh jadi seseorang menunda-nunda menikah karena yang datang kepadanya beda pandangan dalam memahami agama, meskipun tak ada yang patut dicela dari prinsip keagamaan secara umum dan akhlaknya.

Kasus-kasus berbeda pandangan dalam memahami agama, berbeda jalan pikiran, visi, misi, sibuk dengan karier yang menanjak atau lebih mengkhawatirkan lagi adalah gila harta. Inilah beberapa penyebab utama terjadinya pembentukan dinding tebal yang menghambat terjadinya pertemuan yang dirasa cocok di dalam hati.

Boleh jadi, di antara kita ada yang belum menyadari keutamaan menyegerakan menikah. Tapi masih aja menunda-nundanya. Atau peran orang tua yang kerap menolak lamaran laki-laki yang datang kepada anak perempuannya atau pun si anak bosan, karena orang tua selalu mendatangkan laki-laki yang begitu aneh untuknya, yang di nilai si anak 3L (Lemah, Lesu, Letoy). 3L (Lemah, Lesu, Letoy), “Lemah = lemah dalam mengambil setiap keputusan, Lesu = lesu untuk menggapai setiap kesempatan yang ada untuk maju, Letoy = letoy dalam menghadapi hidup dan masa depan yang semakin menggilas setiap orang yang dilewatinya.

Tapi, terlambatnya seseorang menikah mungkin karena kesalahannya sendiri yang mempersulit. Kesempatan bukan tak pernah datang menghampiri dan nyaris bersandar di hati. Tapi demi karir yang di impikan, belum merasa mapan atau mimpi mendapatkan kekasih yang di idamkan, semua di korban kan, sampai dia tersadar sepinya hidup tanpa suami di sisi.

Kesalahan itu pula yang jarang disadari oleh wanita yang telat menikah, seperti mereka terlalu “Ge-Er” apabila ada seseorang lelaki yang menelpon mereka atau terlalu salah tingkah apabila ada senyuman lelaki terlepas untuknya.

Ops… Tunggu dulu, seorang lelaki menelpon kepada seorang wanita belum tentu dia suka sama si wanita itu, tapi kemungkinan dia hanya butuh teman untuk bicara dan cerita.  Dan jangan salah paham dengan senyuman seseorang lelaki kepada anda, siapapun dia, berhak melepas senyuman kepada siapa pun juga, karena hal itu bentuk sesuatu keramahan dari seseorang untuk orang lain.

Dan bagi lelaki, sikap wanita yang over Ge-Er dan over Sal-Ting (Salah Tingkah) membuat lelaki tadi merasa Il-Fil. Padahal, boleh jadi dia mau pendekatan secara diam-diam kepada Anda. Cobalah menjadi diri sendiri dan apa adanya tapi menarik.

Masih banyak lagi cerita-cerita tentang sebab-sebab telat menikah, tetapi kita perlu merenungkangkan peringatan Rosulullah saw “Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk meminang) yang engkau ridha terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau lakukan, maka akan  menjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Kadangkala, mereka menunda-nunda menikah tanpa alasan syar’i, dan akhirnya mereka takut melangkah di saat hati dan jiwa sudah sangat menginginkannya. Atau ada yang memang benar-benar gelisah karena belum ada yang benar-benar serius dengannya.

Lingkaran ketakutan ini terus berlanjut bagaikan mimpi buruk di alam sadar, bila di usia-usia dua puluh tahunan mereka menunda nikah di karenakan takut dengan ekonominya yang belum mapan, di usia tiga puluh dan tiga puluh lima, lain lagi urusan dan masalahnya. Mereka menginginkan pasangan dengan kriteria yang sulit di penuhi.

Ingat!, Tentang angka 17-20 dan 30-35. “Umur 17 tahun masa senang-senang dan penjajakan, umur 20 tahun masa pencarian dan penentuan, umur 30 tahun masa kegelisahan dan umur 35 tahun masa pasrah dengan keadaan.”

Untuk mengatasi keadaan yang semakin sulit dimengerti, apakah ini cobaan dari Allah atau buah dari kesalahan selama ini, sangat pantaslah kita belajar dari Siti Khadijah yang sabar dan bijaksana dalam menjalani hidup selama penantian menemukan sang pendamping yang terbaik di hati. Memang dalam hal kecocokan dan selera tidak bisa dipaksakan dan itu harus berdasarkan penilain wanita yang mengalaminya.

Ada satu cara yang sebaiknya dicoba oleh kaum muslimah yang telat menikah. Yakni melamar atau meminang. Sepintas memang sedikit aneh didengar, pandangan ini terasa tabu, mungkin juga membuat tertawa terbahak-bahak. Rasanya janggal di telinga kita mendengar perempuan melamar laki-laki. Padahal hal ini dibenarkan di dalam Islam, selama tidak berbenturan dengan rambu-rambu syariat. Bahkan, tradisi ini sudah di kenal lama oleh bangsa arab. Sebagaimana Khadijah binti Khuwailid melamar Nabi Muhammad saw.

Tentu hal itu bukan lah suatu kejelekan, aib atau merendahkan martabat si wanita jika ia meminang seorang laki-laki. Tetapi lebih dilihat dari segi positif, karena sebuah pernikahan adalah hubungan bersama sehingga tidak mesti laki-laki yang memulai untuk meminang.

Dengan catatan, selama wanita itu tidak terbawa nafsu serta tidak tertipu dengan penampilan luar si lelaki, dan meminang seorang lelaki tidak menjadi masalah baginya juga tidak berbahaya pula.

Anas ra., berkata, “Ada seorang perempuan menawarkan dirinya kepada Rosulullah saw. Mendengar hal itu, anak perempuan Anas tertawa dan berkata, ‘Alangkah sedikit rasa malunya!’ Anas langsung menimpali, ‘Dia lebih baik dari engkau. Dia menawarkan dirinya kepada Nabi saw’.” (HR Lima Perawi)

Malangnya, sikap perempuan yang aktif meminang dalam beberapa literature fiqih klasik mencerminkan bahwa dia berstatus janda yang notabene lebih agresif. Sebaliknya, sikap pasif para gadis sangat bertolak jauh dari yang diharapkan. Pandangan seperti ini tanpa sadar melahirkan beberapa kesimpulan ; Khadijah, istri pertama yang dinikahi Rosulullah saw terkesan sebagai wanita yang agresif. Meski kenyataannya, Khadijah adalah seorang wanita arab yang dikenal baik akhlaknya.

Di tengah kondisi yang serba tidak menentu, sebaiknya bagi muslimah yang telat menikah bersikap sabar dan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Sebab sikap sabar dan tawakal kepada Allah lebih memberi kenyamanan dan kekuatan yang akan membantu dalam menata hati yang terpuruk. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, “Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih luas melebihi kesabarannya.”

Dengan demikian, kesabaran yang tertanam dalam hati, keikhlasan dalam jiwa, keluasan dalam tegar menerima setiap cobaan kehidupan, merupakan kebaikan yang seharusnya dijaga, dan hal itu belum tentu dimiliki oleh wanita-wanita yang telah bersuami.

Ingat…! Kemarahan, stress dan frustasi tidak memberi manfaat positif dan tidak menghadirkan seorang pujaan hati. Sebaliknya, keridhaan yang dijaga dalam hati wanita-wanita yang masih lajang akan memberikan sebuah keridaan Allah yang InsyaAllah berbuah manis pada saat  kematangan diri telah tiba.

Atau, paling tidak jika seseorang merasa tidak sanggup menanggung kesedihannya, maka perbanyaklah do’a. Sebagaimana Nabi Zakariya as yang pernah memohon kepada Allah agar kesendiriannya berakhir. “Tuhan ku, jangan biarkan aku sendirian. Dan Engkau adalah sebaik-baiknya Warits.” (QS. Al-Abiya’ 89).

Semua yang diciptakan Allah swt di dunia ini pastilah berpasang-pasangan, ada siang ada malam, ada langit ada bumi, ada hitam ada putih dan ada pria ada wanita. Tetaplah percaya diri, lakukan apa yang bisa kamu lakukan dan tetaplah berprasangka baik kepada Allah. Setiap perjalanan pasti ada akhir, percayalah. (Fajar Iswanto & dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost