![]() |
Anjing Itu Menyadarkan Kami (Ilustrasi) |
CATATAN INDAH - Jam dinding telah menunjukkan pukul 12.00 pass, persiapan untuk mencari sesuatu yang membuat penasaran kami pun dimulai. Bekal seperti makanan kecil, minuman ringan yang terpenting adalah minuman favorit kami minuman keras, “kata Bang Roma, MIRAS.”
Seperti hal nya remaja-ramaja lain, kami pun selalu labil menjalani
hidup yang serba membingungkan ini, penasaran dengan hal-hal baru. Apalagi
wanita, mungkin itu penasaran terbesar yang ingin kami ungkap di perjalanan
ini.
Tidak terasa sampai juga kami di tujuan, jam telah menunjukkan pukul dua
dini hari, kami memijakkan kaki yang sekian kalinya disebuah pantai di selatan kota Yogyakarta, yaitu Pantai
ParangTritis. Pantai yang terkenal dengan hempasan ombak, menggulung putih
berbuih yang konon katanya sedikit tidak bersahabat. Tapi tujuan kami bukan
pantai Parangtritis atau surfing di Samudra Hindia apalagi mencari bebatuan
betuah.
Tapi ParangKusumo, pantai di sebelah barat parangtritis ini terkenal
dengan kembang-kembang setaman “dengan kisaran harga Rp 5000,- sampai Rp 200.000,-.
Yang dimaksud Kembang Setaman di sini bukanlah kembang untuk orang mati atau
bunga yang tumbuh di taman, anda salah besar kalau berfikir seperti itu. Kami
menjuluki wanita malam di parang kusomo dengan sebutan Bunga Setaman, memang
orang berbeda-beda menjuluki mereka, ada yang menyebutnya, “Bunga, Mamah,
Kupu-kupu sampai Simbah (untuk 40 tahun keatas)”.
Singkat kata dan cerita, dengan langkah gontai karena pengaruh sedikit
MIRAS yang sudah di oplos softdrink, kami menyusuri pasir pantai bergelombang.
Gelap karena sinar bulan ditutupi awan mendung tipis mendebu. Sesampainya di
lokasi kami sempat bingung, kenapa lapak atau gubuk yang biasanya ramai kembang
setaman, malam itu sepi. Seperti tidak
ada kehidupan atau transaksi disana.
Memang kalau boleh jujur, baru kali ini kami mengambah daerah lokalisasi
ini. Karena bisikan setan sudah ikut andil dan di amini oleh niat dalam hati,
Kami memutuskan mencari dan menyusuri setiap lapak. Sembari mencari, salah satu
teman nyeletuk, “Supaya adil, kita pasokan Rp.5000,-/orang.” Karena kalau
dikalikan enam orang, uang sejumlah itu sudah cukup untuk boking cewek lumayan
ala kadarnya.
“Oke, mantab gan, setuju ane”. Sahut teman satunya sumringah. “Tapi
jangan sampe masuk kedalam lho Dab (Sebutan keakraban untuk sebaya di
Jogjakarta) , ndak kebonusan penyakit”. Kata ku sedikit berfikir tentang dosa.
Berputar-putar tidak menemukan yang diharapkan, salah satu teman mulai berulah,
mengeluarkan nyanyian dengan suara keras tidak bernada, mungkin supaya menarik
perhatian yang mendengarnya atau membuat risih si pendengar, entahlah.
Prediksipun benar, salah satu pendengar nyayian setia pun risih tidak kepalang.
Di sudut rumah, tidak tahu arahnya nya dari mana, karena malam begitu gelap
terdengar gonggongan anjing bernada tidak ramah.
Aku ditarik oleh teman ku, untuk siap-siap ambil langkah seribu. Malam gelap,
kaki kami tidak sengaja menginjak pelepah kelapa kering, “krosak…..”. Suara itu
memicu gonggongan anjing yang awalnya single menjadi trio. Dengan langkah
seribu lima ratus, kami berdua mengawali lari perdana kami dan susul jegokan
anjing sambil mengawali pengejarannya ya…mungkin juga yang perdana. Karena
sadar jumlah anjing entah menjadi berapa banyaknya yang mulai bergerak kearah
kami, empat teman lainnya pun berlari tunggang langgang menyusul pelarian kami
berdua. Sunyi senyap berubah menjadi gaduh, nafas terengah-engah. Suara erangan
si anjing, mungkin sedikit gemas melihat kami lari tunggang langgang tak tau
arah.
Dalam fikiran yang ada Cuma, bagaimana bisa selamat dari kejaran anjing
malam itu. Sebentar-sebentar kami terjungkal di pasir. Karena dataran pasir
pantai parangkusumo memang sedikit bergelombang. Mulut, hidung dan telinga
penuh serpihan pasir. Berlari dan berlari, terjungkal lagi dan lagi. Tapi
anehnya, saat terjungkal dan mencoba untuk bangkit si anjing pun ikut berhenti
sejenak sembari mengerang, seolah melihat mainan-mainan lucu. Salah satu teman
masih tertinggal jauh di belakang dan melayani dua anjing dibelakangnya. Untuk
mengelabui si anjing, ia pun membuka baju dan melemparkan kearah si anjing tapi
sayang, tindakan itu tidak berhasil, malah membuatnya kehilangan baju
andalannya.
Dengan nafas yang tersisa, seorang teman menarik tangan ku dan langsung
mengajak tiarap di sebuah gundukan pasir. Kami menungggu sejenak dan mengatur
nafas, menata hati. Sampai suasana hening dan memastikan tidak ada lagi
gonggongan kami pun bangkit dan mencari teman lainnya. Kami lega, dikejauhan di
bibir pantai lambaian tangan teman lainnya menyambut dan semua tertawa lega.
“Alhamdulillah”, terucap dari mulut kami.
Kami pun sadar, tanpa andil si anjing mungkin kami terjerumus dalam
perbuatan Zina yang membuat petaka. Efeknya tidak hanya di Dunia yang terasa susah
tapi di akhirat lebih mendapat siksa yang pedih. Mulai malam itu, kami pun mulai
menata hidup, melihat kesalahan menjadi pelajaran yang berharga. Alhamdulillah
ya Allah, dengan pertolongan-Mu kami selamat dari salah satu penyebab masuk
dalam api neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar