Kamis, 15 Maret 2012

Anjing Itu Menyadarkan Kami



Anjing Itu Menyadarkan Kami (Ilustrasi)



CATATAN INDAH - Jam dinding telah menunjukkan pukul 12.00 pass, persiapan untuk mencari sesuatu yang membuat penasaran kami pun dimulai. Bekal seperti makanan kecil, minuman ringan yang terpenting adalah minuman favorit kami minuman keras, “kata Bang Roma, MIRAS.”

Seperti hal nya remaja-ramaja lain, kami pun selalu labil menjalani hidup yang serba membingungkan ini, penasaran dengan hal-hal baru. Apalagi wanita, mungkin itu penasaran terbesar yang ingin kami ungkap di perjalanan ini.

Tidak terasa sampai juga kami di tujuan, jam telah menunjukkan pukul dua dini hari, kami memijakkan kaki yang sekian kalinya disebuah pantai  di selatan kota Yogyakarta, yaitu Pantai ParangTritis. Pantai yang terkenal dengan hempasan ombak, menggulung putih berbuih yang konon katanya sedikit tidak bersahabat. Tapi tujuan kami bukan pantai Parangtritis atau surfing di Samudra Hindia apalagi mencari bebatuan betuah.

Tapi ParangKusumo, pantai di sebelah barat parangtritis ini terkenal dengan kembang-kembang setaman “dengan kisaran harga Rp 5000,- sampai Rp 200.000,-. Yang dimaksud Kembang Setaman di sini bukanlah kembang untuk orang mati atau bunga yang tumbuh di taman, anda salah besar kalau berfikir seperti itu. Kami menjuluki wanita malam di parang kusomo dengan sebutan Bunga Setaman, memang orang berbeda-beda menjuluki mereka, ada yang menyebutnya, “Bunga, Mamah, Kupu-kupu sampai Simbah (untuk 40 tahun keatas)”.

Singkat kata dan cerita, dengan langkah gontai karena pengaruh sedikit MIRAS yang sudah di oplos softdrink, kami menyusuri pasir pantai bergelombang. Gelap karena sinar bulan ditutupi awan mendung tipis mendebu. Sesampainya di lokasi kami sempat bingung, kenapa lapak atau gubuk yang biasanya ramai kembang setaman,  malam itu sepi. Seperti tidak ada kehidupan atau transaksi disana.

Memang kalau boleh jujur, baru kali ini kami mengambah daerah lokalisasi ini. Karena bisikan setan sudah ikut andil dan di amini oleh niat dalam hati, Kami memutuskan mencari dan menyusuri setiap lapak. Sembari mencari, salah satu teman nyeletuk, “Supaya adil, kita pasokan Rp.5000,-/orang.” Karena kalau dikalikan enam orang, uang sejumlah itu sudah cukup untuk boking cewek lumayan ala kadarnya.

“Oke, mantab gan, setuju ane”. Sahut teman satunya sumringah. “Tapi jangan sampe masuk kedalam lho Dab (Sebutan keakraban untuk sebaya di Jogjakarta) , ndak kebonusan penyakit”. Kata ku sedikit berfikir tentang dosa. Berputar-putar tidak menemukan yang diharapkan, salah satu teman mulai berulah, mengeluarkan nyanyian dengan suara keras tidak bernada, mungkin supaya menarik perhatian yang mendengarnya atau membuat risih si pendengar, entahlah. Prediksipun benar, salah satu pendengar nyayian setia pun risih tidak kepalang. Di sudut rumah, tidak tahu arahnya nya dari mana, karena malam begitu gelap terdengar gonggongan anjing bernada tidak ramah.

Aku ditarik oleh teman ku, untuk siap-siap ambil langkah seribu. Malam gelap, kaki kami tidak sengaja menginjak pelepah kelapa kering, “krosak…..”. Suara itu memicu gonggongan anjing yang awalnya single menjadi trio. Dengan langkah seribu lima ratus, kami berdua mengawali lari perdana kami dan susul jegokan anjing sambil mengawali pengejarannya ya…mungkin juga yang perdana. Karena sadar jumlah anjing entah menjadi berapa banyaknya yang mulai bergerak kearah kami, empat teman lainnya pun berlari tunggang langgang menyusul pelarian kami berdua. Sunyi senyap berubah menjadi gaduh, nafas terengah-engah. Suara erangan si anjing, mungkin sedikit gemas melihat kami lari tunggang langgang tak tau arah.

Dalam fikiran yang ada Cuma, bagaimana bisa selamat dari kejaran anjing malam itu. Sebentar-sebentar kami terjungkal di pasir. Karena dataran pasir pantai parangkusumo memang sedikit bergelombang. Mulut, hidung dan telinga penuh serpihan pasir. Berlari dan berlari, terjungkal lagi dan lagi. Tapi anehnya, saat terjungkal dan mencoba untuk bangkit si anjing pun ikut berhenti sejenak sembari mengerang, seolah melihat mainan-mainan lucu. Salah satu teman masih tertinggal jauh di belakang dan melayani dua anjing dibelakangnya. Untuk mengelabui si anjing, ia pun membuka baju dan melemparkan kearah si anjing tapi sayang, tindakan itu tidak berhasil, malah membuatnya kehilangan baju andalannya.

Dengan nafas yang tersisa, seorang teman menarik tangan ku dan langsung mengajak tiarap di sebuah gundukan pasir. Kami menungggu sejenak dan mengatur nafas, menata hati. Sampai suasana hening dan memastikan tidak ada lagi gonggongan kami pun bangkit dan mencari teman lainnya. Kami lega, dikejauhan di bibir pantai lambaian tangan teman lainnya menyambut dan semua tertawa lega. “Alhamdulillah”, terucap dari mulut kami.

Kami pun sadar, tanpa andil si anjing mungkin kami terjerumus dalam perbuatan Zina yang membuat petaka. Efeknya tidak hanya di Dunia yang terasa susah tapi di akhirat lebih mendapat siksa yang pedih. Mulai malam itu, kami pun mulai menata hidup, melihat kesalahan menjadi pelajaran yang berharga. Alhamdulillah ya Allah, dengan pertolongan-Mu kami selamat dari salah satu penyebab masuk dalam api neraka.

Memang benar kutipan dari sebuah pribahasa, “Walaupun sebuah intan keluar dari pantat anjing sekalipun, katakan itu adalah Intan”. Maksud nya, “Walau suatu kebenaran atau perantara kebenaran itu datang dari makhluk sejelek dan sehina apapun, katakan bahwa itu adalah benar” (Red. Fajar Iswanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost